Selasa, 10 Juni 2008

Ketamin 11,85 Kg Dalam Filter Air


Polisi bersama Bea dan Cukai, Kamis (5/6), menggagalkan penyelundupan ketamin yang menjadi bahan baku sabu seberat 11,85 kilogram senilai Rp 18 miliar. Polisi menangkap Widjaja Sulaiman alias A Shiung (39) di Jalan Gadjah Mada, Jakarta Barat. Dia adalah penerima kiriman ketamin dari Kenny Tan.
Menurut polisi, ketamin itu dikirim Kenny Tan, warga Malaysia yang beralamat di Port Klang, Selangor Darul Ehsan.
Pengungkapan kasus tersebut disampaikan Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Sulistyo Iskak di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (9/6).
”Kasus terungkap karena Kantor Bea Cukai Pasar Baru mencurigai paket tabung filter air yang memiliki bobot tidak wajar. Mereka lalu menghubungi polisi dan menyiapkan penyergapan,” kata Sulistyo.
Dalam kesempatan itu, Direktur Pencegahan Penyelundupan (P2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Yusuf Indarto menjelaskan, Bea dan Cukai membongkar kiriman barang berupa filter air yang di dalamnya terdapat bungkusan plastik berisi ketamin yang bisa diolah menjadi sabu.
Setelah diteliti, kiriman itu ditujukan kepada tersangka A Shiung yang menggunakan alamat John Handoyo (44) di Perumahan Citra 2, Cengkareng.
Bea dan Cukai berunding dengan polisi yang menyiapkan penyergapan. Kepala Unit III Direktorat IV Narkoba dan Kejahatan Terorganisir Bareskrim Polri Ajun Komisaris Besar Andi Widiarto menyiapkan tim yang mendapati adanya komunikasi antara A Shiung dan John yang menyatakan akan ada kiriman untuk dirinya yang dialamatkan ke rumah John.
”Dia tidak mau langsung mengambil paket dan menyamarkan identitas menggunakan nama Andrew,” kata Andi.
A Shiung menyuruh seorang sopir taksi untuk mengambil paket dari rumah John. Ia menunggu kiriman tersebut di dekat Diskotek Raja Mas pada Kamis petang pekan lalu. ”Shiung ditangkap petugas yang menyamar menjadi sopir taksi,” jelas Andi.
Polisi juga menemukan sejumlah barang bukti berupa 292 gram sabu, 18 butir eminin 5 (happy five), satu bong pengisap sabu, sebotol cairan aroma lychee, se- botol aroma nanas, dan sebuah mangkuk berisi cairan yang diduga digunakan sebagai bahan pembuat sabu di apartemen Mediterenia yang dihuni A Shiung.
Andi Widiarto menduga A Shiung membuat sabu sebagai industri rumahan yang dikerjakan di apartemen tersebut.
Kini, polisi melakukan penyelidikan ke Malaysia dan lokasi lain untuk mengetahui jaringan yang melibatkan Kenny Tan dan A Shiung.

Penyelundupan di Bandara
Pada hari yang sama, Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Rahmat Subagio menjelaskan, pihaknya menangkap Hengky Nio (44), warga Kedoya, Jakarta Barat. Sebelum ditangkap, Hengky (lih. foto) hampir lari karena ia meminta bantuan porter di bandara untuk mengambil kopornya sekaligus memeriksakannya ke dalam mesin x-ray.
”Ini membuat kami harus lebih waspada sebab ada dugaan penyelundup memakai jasa porter dalam kasus seperti itu. Begitu ketahuan di kopornya ada sabu, pemiliknya bisa langsung lari. Kami hanya menangkap porter yang tak tahu apa-apa,” jelas Rahmat, kemarin.
Hengky, tanggal 28 Mei lalu, membawa sabu seberat 2 kilogram dari Makau untuk seseorang di Jakarta. Sabu disebar di bagian dalam kopor yang ia bawa. ”Ini cara baru karena x-ray agak kesulitan menangkap serakan sabu berbentuk butiran-butiran itu,” kata Kepala Seksi Penyidikan dan Penindakan Bea dan Cukai Bandara Eko Darmanto. Modus sebelumnya, sabu dimasukkan ke dalam kemasan makanan.
Rahmat mengaku pihaknya baru membuka kasus itu karena Polres Metro Bandara perlu langsung menelusuri jaringannya.
Petugas menduga Hengky yang mendapat upah Rp 20 juta untuk membawa sabu itu bagian dari mafia penyelundup sabu asal Taiwan. (Kompas, 10 Juni 2008).

Paket Reptil di Bandara SH


Petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta menegah importasi ular yang dikirim oleh SY dari Philadelphia, USA melalui perusahaan jasa titipan Fedex. Kiriman enam ular dengan berbagai ukuran dan warna tersebut diberitahukan sebagai legal document yang dikemas dalam satu paket standar.
Petugas Bea Cukai yang melakukan pemeriksaan barang dengan menggunakan X-Ray mencurigai isi paket tersebut. Setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata di dalamnya terdapat 6 (enam) ekor ular jenis boa (Hypomelanistic Sp.) yang diperdagangkan dengan nama komersial Sunglow, Albino, dan Dream Boa. Harga per ekornya di USA bisa mencapai USD1.000,00
Dalam dokumen pengiriman disebutkan bahwa penerima barang di Indonesia adalah Mr. S yang beralamat di Surabaya. Selanjutnya dilakukan koordinasi dengan pihak Balai Besar Karantina Hewan untuk menguji kesehatan reptil tersebut sekaligus mendeteksi ada tidaknya penyakit atau mikroba bawaan yang dapat membahayakan flora dan fauna Indonesia.
Jika importasi ini dilakukan dengan sengaja maka yang bersangkutan diduga melanggar pasal 31 (1) Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan yang dapat dikenai sanksi penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp 150 juta. Namun apabila importasi ini dilakukan karena lalai maka yang bersangkutan diduga melanggar pasal 31 (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan yang dapat dikenai sanksi penjara paling lama 1 tahun dan denda maksimal Rp 50 juta
Kasus ini akan terus dikembangkan dengan pihak-pihak terkait untuk mencegah berbagai modus ekspor-impor flora dan fauna, termasuk yang langka dan dilindungi.